Maulana Al-Habib Muhammad Luthfi bin Ali bin Yahya (Habib Luthfi) dilahirkan di Pekalongan tepatnya pada tanggal 10 November 1946 atau pada tanggal 27 Rajab tahun 1367 H. Habib Luthfi ini dilahirkan dari seorang Syarifah yang bernama sayidah al Karimah as Syarifah Nur. Habib Luthfi Bin Yahya ini selain sebagai seorang Ulama, beliau juga aktif dalam organisasi Nahdlatul Ulama sebagai salah satu anggota Syuriyah PBNU.
Selain aktif sebagai salah satu anggota Syuriyah PBNU, beliau juga merupakan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia di Jawa Tengah. Selain itu, beliau juga adalah Ra’is ‘Am jam’iyah Ahlu Thariqah al Mu’tabarah an Nahdiyah. Riwayat pendidikan Habib Luthfi, terutama mengenai pendidikan agama, tentu saja beliau mendapatkan ilmu agama Islam dari ayahanda tercintanya yaitu al Habib al Hafidz ‘Ali al Ghalib. Setelah mendapatkan pelajaran agama dari Ayahanda, Habib Luthfi bin Yahya kemudian melanjutkan pendidikannya di Madrasah Salafiah selama tiga tahun.
Dilahirkan dari seorang syarifah, yang memiliki nama dan nasab: sayidah al Karimah as Syarifah Nur binti Sayid Muhsin bin Sayid Salim bin Sayid al Imam Shalih bin Sayid Muhsin bin Sayid Hasan bin Sayid Imam ‘Alawi bin Sayid al Imam Muhammad bin al Imam ‘Alawi bin Imam al Kabir Sayid Abdullah bin Imam Salim bin Imam Muhammad bin Sayid Sahal bin Imam Abd Rahman Maula Dawileh bin Imam ‘Ali bin Imam ‘Alawi bin Sayidina Imam al Faqih al Muqadam bin ‘Ali Bâ Alawi.
Sayidatina Fathimah az-Zahra + Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib
Imam Isa an-Naqib ar-Rumi
Imam Muhammad Shahib Marbath
Imam Al-Faqih al-Muqaddam Muhammd Ba’Alawy
Imam Muhammad Maulad Dawileh
Al-Habib Muhammad al-Qodhi
Setelah memperoleh didikan langsung dari kedua orangtuanya, pada usia 12 tahun Luthfi kecil mulai mengembara mencari ilmu.
Pada usia itu ia ikut pamannya (Pakde), Habib Muhammad di Indramayu Jabar. Sejak itu ia keluar masuk pesantren. Tak lama nyantri di Bondokerep Cirebon, Yik Luthfi mendapatkan beasiswa belajar ke Hadramaut. Tiga tahun di sana, ia kembali ke tanah air, nyantri lagi ke sejumlah pesantren, yaitu Ponpes Kliwet Indramayu, Tegal (Kiai Said), Purwokerto (Kiai Muhammad Abdul Malik Bin Muhammad Ilyas Bin Ali).
Beliau juga pernah berguru kepada seorang ulama besar asal Lasem Rembang, Kiai/Mbah Ma’shum. Selanjutnya, pada usia remaja ia dinikahkan dengan seorang gadis yang masih tergolong kerabat (satu fam), yaitu Syarifah Salma binti Hasyim bin Yahya. Dari pernikahan itu lahir dua orang anak laki-laki dan tiga perempuan, yaitu Syarif Muhammad Bahauddin, Syarifah Zaenab, Syarifah Fathimah, Syarifah Ummi Hanik dan Syarif Husain.
Pendidikan pertama Maulana Habib Luthfi diterima dari ayah al Habib al Hafidz ‘Ali al Ghalib. Selanjutnya ia belajar di Madrasah Salafiah. Guru-gurunya di Madrasah itu di antaranya:
Al-'Alim al ‘Alamah Sayid Ahmad bin ‘Ali bin Al Alamah al Qutb As Sayid ‘Ahmad bin Abdullah bin Thalib al Athas
Sayid al Habib al ‘Alim Husain bin Sayid Hasyim bin Sayid Umar bin Sayid Thaha bin Yahya (pamannya sendiri)
Sayid al ‘Alim Abu Bakar bin Abdullah bin ‘Alawi bin Abdullah bin Muhammad al ‘Athas Bâ ‘Alawi
Sayid ‘Al Alim Muhammad bin Husain bin Ahmad bin Abdullah bin Thalib al ‘Athas Bâ ‘Alawi.
Dari guru-guru tersebut ia mendapat ijazah Khas (khusus), dan juga ‘Am (umum) dalam Da’wah dan nasyru syari’ah (menyebarkan syari’ah), thariqah, tashawuf, kitab-kitab hadits, tafsir, sanad, riwayat, dirayat, nahwu, kitab-kitab tauhid, tashwuf, bacaan-bacaan aurad, hizib-hizib, kitab-kitab shalawat, kitab thariqah, sanad-sanadnya, nasab, kitab-kitab kedokteran. Dan ia juga mendapat ijazah untuk membai’at.
Silsilah Thariqah dan Baiat
Al Habib Muhammad Luthfi Bin Ali Yahya mengambil thariqah dan hirqah Muhammadiah dari para tokoh ulama. Dari guru-gurunya ia mendapat ijazah untuk membaiat dan menjadi mursyid. Di antara guru-gurunya itu adalah: 1. Thariqah Naqsyabandiah Khalidiyah dan Syadziliah al ‘Aliah Dari Al Hafidz al Muhadits al Mufasir al Musnid al Alim al Alamah Ghauts az Zaman Sayidi Syekh Muhammad Ash’ad Abd Malik bin Qutb al Kabir al Imam al Alamah Sayidi Syekh Muhammad Ilyas bin Ali bi Hamid
Sanad Naqsyabandiayah al-Khalidiyah
Sayidi Syekh ash’ad Abd Malik dari bapaknya Sayidi Syekh Muhammad Ilyas bin Ali bi Hamid dari Quth al Kabir Sayid Salaman Zuhdi dari Qutb al Arif Sulaiman al Quraimi dari Qutb al Arif Sayid Abdullah Afandi dari Qutb al Ghauts al Jami’ al Mujadid Maulana Muhammad Khalid sampai pada Qutb al Ghauts al Jami’ Sayidi Syah Muhammad Baha’udin an Naqsyabandi al Hasni.
Dari Sayidi Syekh Muhammad Ash’Ad Abd Malik dari al Alim al al Alamah Ahmad an Nahrawi al Maki dari Mufti Mekah-Madinah al Kabir Sayid Shalih al Hanafi ra. 2. Thariqah al ‘Alawiya al ‘Idrusyiah al ‘Atha’iyah al Hadadiah dan Yahyawiyah:
Dari al Alim al Alamah Qutb al Kabir al Habib ‘Ali bin Husain al ‘Athas.
Afrad Zamanihi Akabir Aulia al Alamah al habib Hasan bin Qutb al Ghauts Mufti al kabir al habib al Iamam ‘Utsman bin Abdullah bin ‘Aqil bin Yahya Bâ ‘Alawi.
Al Ustadz al kabir al Muhadits al Musnid Sayidi al Al Alamah al Habib Abdullah bin Abd Qadir bin Ahmad Bilfaqih Bâ ‘Alawi.
Al Alim al Alamah al Arif billah al Habib Ali bin Sayid Al Qutb Al Al Alamah Ahmad bin Abdullah bin Thalib al ‘Athas Bâ ‘Alawi.
Al Alim al Arif billah al Habib Hasan bin Salim al ‘Athas Singapura.
Al Alim al Alamah al Arif billah al Habib Umar bin Hafidz bin Syekh Abu Bakar bin Salim Bâ ‘Alawi.
Dari guru-guru tersebut ia mendapat ijazah menjadi mursyid, hirqah dan ijazah untuk baiat, talqin dzikir khas dan ‘Am.
3. Thariqah Al Qadiriyah an Naqsyabandiyah:
Dari Al-Alim Al-Alamah tabahur dalam Ilmu syaria’at, thariqah, hakikat dan tashawuf Sayidi al Imam ‘Ali bin Umar bin Idrus bin Zain bin Qutb al Ghauts al Habib ‘Alawi Bâfaqih Bâ ‘Alawi Negara Bali. Sayid Ali bin Umar dari Al Alim al Alamah Auhad Akabir Ulama Sayidi Syekh Ahmad Khalil bin Abd Lathif Bangkalan. ra.
Dari kedua gurunya itu, Al-Habib Muhammad Luthfi mendapat ijazah menjadi mursyid, hirqah, talqin dzikir dan ijazah untuk bai’at talqin. Jami’uthuruq (semua thariqat) dengan sanad dan silsilahnya: Al-Imam Al-Alim Al-Alamah Al-Muhadits al Musnid al Mufasir Qutb al Haramain Syekh Muhammad al Maliki bin Imam Sayid Mufti al Haramain ‘Alawi bin Abas al Maliki al Hasni al Husaini Mekah. Darinya, Maulana Habib Luthfi mendapat ijazah mursyid, hirqah, talqin dzikir, bai’at khas, dan ‘Am, kitab-kitab karangan syekh Maliki, wirid-wirid, hizib-hizib, kitab-kitab hadits dan sanadnya.
Al Alim al Alamah Akabir Aulia al Kiram ra’su al Muhibin Ahli bait Sayidi Sa’id bin Armiya Giren Tegal. Kiyai Sa’id menerima dari dua gurunya; pertama Syekh’Ali bin Abu Bakar Bâsalamah. Syekh Ali bin Abu Bakar Bâsalamah menerima dari Sayid ‘Alawi al Maliki. Kedua Syekh Sa’id menerima langsung dari Sayid ‘Alawi al Maliki.
Dari Syekh Sa’id bin Armiya itu Maulana Habib Luthfi mendapat ijazah, talqin dzikir, dan menjadi mursyid dan ijazah bai’at untuk khas dan ‘Am.
95 GURU HABIB LUTHFI BIN YAHYA
1. Habib Ali bin Hasyim bin Umar Bin Yahya (ayah),
2. Habib Ahmad bin Ali bin Ahmad bin Abdullah bin Thalib Alattas (Pekalongan),
3. Habib Husein bin Hasyim bin Umar Bin Yahya (Pekalongan),
4. Habib Abubakar bin Abdullah Alattas (Pekalongan),
5. Habib Hamid al-Habsyi,
6. Syaikh Ahmad bin Mahfudz,
7. Habib Muhammad bin Husein bin Ahmad bin Abdullah bin Thalib Alattas (Pekalongan),
8. Syaikh Muhammad Kaukab bin Muslim (Benda Kerep Cirebon),
9. Syaikh Muhtadi bin Muslim (Benda Kerep Cirebon),
10. Syaikh Arsyad bin Muhammad Amin (Benda Kerep Cirebon)
11. Syaikh Muhammad Bajuri (Sudimampir Balongan Indramayu)
12. Syaikh Masyhadi bin Muslim bin Utsman (Karangampel Indramayu),
13. Habib Sholeh bin Abdullah al-Hinduan (Karangampel Indramayu),
14. Habib Abubakar bin Abdullah Ba’abud (Indramayu),
15. Habib Alwi bin Yusuf bin Ahmad Bin Yahya (Indramayu),
16. Habib Muhammad bin Thoha bin Umar Bin Yahya (Indramayu),
17. Habib Muhammad bin Hasyim bin Umar Bin Yahya (Kliwed Kertasemaya Indramayu),
18. Habib Syaikh bin Abubakar bin Syaikhan Bin Yahya (Jagasatru Cirebon),
19. Habib Muhammad bin Umar bin Abubakar Bin Yahya (Pegagan Palimanan Cirebon)
20. Habib Ahmad bin Ismail Bin Yahya (Jenun Arjawinangun Cirebon),
21. Habib Umar bin Ismail Bin Yahya (Panguragan Cirebon),
22. Habib Ibrahim bin Ismail Bin Yahya (Gegesik Cirebon),
23. Habib Idrus bin Muhammad bin Idrus al-Habsyi (Cirebon),
24. Habib Ali bin Husein Alattas (Cikini Jakarta),
25. Habib Umar bin Hud Alattas (Jakarta),
26. Habib Ali bin Ahmad bin Abdullah bin Thalib Alattas (Pekalongan),
27. Habib Yahya bin Hasyim bin Umar Bin Yahya (Pekalongan),
28. Habib Abdullah bin Salim Maulachelah (Pekalongan),
29. Habib Zain bin Ali al-Jufri (Semarang),
30. Habib Idrus bin Muhammad Assegaf (Semarang),
31. Habib Anis bin Alwi bin Ali al-Habsyi (Solo),
32. Habib Abdul Qadir bin Abdurrahman Assegaf (Solo),
33. Habib Umar bin Abdul Qadir Alaydrus (Solo),
34. Habib Ahmad bin Ali Bafaqih (Tempel Sleman Jogjakarta),
35. Habib Umar bin Thoha Bin Yahya (Surabaya),
36. Habib Muhammad bin Idrus al-Habsyi (Surabaya),
37. Habib Sholeh bin Muhsin al-Hamid (Tanggul Jember),
38. Habib Muhsin bin Hadi al-Hamid (Beran),
39. Habib Abdullah bin Abdul Qadir Bilfaqih (Malang),
40. Habib Hasan bin Utsman Bin Yahya,
41. Habib Utsman bin Alwi bin Utsman Bin Yahya (Jakarta),
42. Habib Muhammad bin Aqil Bin Yahya (Jakarta),
43. Habib Ahmad bin Muhammad al-Haddad (Jakarta),
44. Habib Abdul Qadir bin Ahmad Assegaf (Mekkah),
45. Habib Ahmad Masyhur al-Haddad (Tarim Yaman),
46. Syekh Sa’duddin al-Halabi ad-Dimasyqi (Mekkah),
47. Habib Muhammad bin Alwi al-Maliki (Mekkah),
48. Habib Umar bin Muhammad bin Hafidz Bin Syaikh Abubakar bin Salim (Tarim Yaman),
49. Habib Zain bin Ibrahim bin Smith (Madinah),
50. Habib Muhammad bin Alwi al-Habsyi (Tarim Yaman),
51. Habib Hasan bin Salim Alattas (Singapura),
52. Syaikh Abdullah al-Faqih bin Umar al-Khathib (Singapura),
53. Habib Ali bin Umar Bafaqih (Negara Bali),
54. Habib Muhammad al-Qadhi al-Kaf (Tegal),
55. Habib Hasan bin Husein bin Muhammad al-Haddad (Tegal),
56. Habib Muhammad bin Ali bin Thoha al-Haddad (Tegal),
57. Habib Aqil bin Abdullah Bin Yahya (Kadipaten Majalengka),
58. Syaikh Muhammad bin Abdullah Haujah (Semarang),
59. Habib Idrus bin Abubakar al-Habsyi (Surabaya),
60. Syarifah Zahra binti Abubakar bin Umar Bin Yahya (Surabaya),
61. Syarifah Khadijah binti Hasyim Bin Yahya (Pekalongan),
62. Syarifah Syaikhun binti Syaikh bin Alwi Bin Yahya (Jakarta),
63. Syaikh Abdullah bin Nuh (Bogor),
64. Syaikh Mahfudz bin Anwar (Blado Pekalongan),
65. Syaikh Ali Bamahramah,
66. Habib Hamid bin Muhammad al-Hanafi bin Salim Bin Yahya (Mekkah),
67. Habib Muhammad bin Aqil Bin Yahya (Sokaraja Purwokerto),
68. Sayyid Syaikh Muhammad Abdul Malik bin Ilyas (Kedung Paruk Purwokerto),
69. Syaikh Muzni (Karangcengis Ajibarang Banyumas),
70. Syaikh Ali bin Abubakar Basalamah (Jatibarang Brebes),
71. Syaikh Manshur bin Nawawi (Kalimati Tegal),
72. Syaikh Suhrawardi bin Nawawi (Tegal),
73. Syaikh Said bin Armia (Giren Tegal),
74. Syaikh Abdul Jamil (Pemalang),
75. Syaikh Muhammad Dimyathi bin Nashir (Comal Pemalang),
76. Syaikh Muhammad Nur (Walangsanga Moga Pemalang),
77. Syaikh Muhammad Sholeh Madyani (Kebagusan Comal Pemalang),
78. Syaikh Abdul Fattah bin Thohir (Kradenan Bangkalan),
79. Syaikh Irfan (Kertijayan Pekalongan),
80. Syaikh Ahmad Mudzakir bin Fadholi (Pekalongan),
81. Syaikh Ru’yah (Kaliwungu Kendal),
82. Syaikh Muhammad Ma’shum (Lasem Rembang),
83. Syaikh Abdullah Salam (Kajen Pati),
84. Syaikh Abdullah Hadziq bin Hasbullah (Jepara),
85. Habib Ali bin Muhammad bin Syihab,
86. Habib Salim bin Abdullah asy-Syathiri (Tarim Yaman),
87. Habib Ali bin Muhammad bin Abdul Qadir Assegaf (Tuban),
88. Sayyid Afifuddin al-Jilani,
89. Sayyid Syaikh Muhammad Nadzim Adil al-Haqqani (Siprus),
90. Syaikh Muhammad bin Abdul Bari Tegal,
91. Syaikh Zuhdi (Cikura Tegal),
92. Syaikh Rais bin Armia (Cikura Tegal),
93. Syaikh Utsman Abid al-Bamawi asy-Syadzili,
94. Habib Aqil bin Muhammad Ba’abud (Purworejo), dan
95. Habib Abu Bakar al-‘Adni bin Ali al-Masyhur (Tarim Yaman).
KEGIATAN HABIB LUTHFI BIN YAHYA
Kegiatan Dan Aktifitas Habib Luthfi Bin Yahya
Pengajian Thariqah tiap Jum’at Kliwon pagi (Jami’ul Usul Thariq al-Aulia). Pengajian Ihya 'Ulumidin tiap Selasa malam. Pengajian Fath al-Qarib tiap Rabu pagi (Khusus untuk ibu-ibu).
Pengajian Ahad pagi, pengajian thariqah (Khusus ibu-ibu). Pengajian tiap bulan Ramadhan (Untuk santri tingkat Aliyah). Da’wah ilallah berupa umum di berbagai daerah di Nusantara. Rangakain Maulid Kanzus (lebih dari 60 tempat) di kota Pekalongan dan daerah sekitarnya. Dan kegiatan lainnya.
Peranan Habib Muhammad Luthfi bin Yahya dalam organisasi
MATAN Mahasiswa Ahlith Thoriqoh Al Mu'tabaroh An Nahdliyyah (MATAN) adalah organisasi tarekat untuk kalangan mahasiswa yang diprakarsai oleh Maulana Habib Muhammad Luthfi bin Yahya Pekalongan
Ro'is 'am JATMAN (Jamiyyah Ahlith Thariqah Al Mu'tabarah An Nahdliyyah) yang berafiliasi kepada organisasi Islam Nahdlatul Ulama. Jabatan Organisasi Habib Luthfi Bin Yahya
1. Rais Am Jam’iyyah Ahlith ath-Thariqah al-Mu’tabaroh an-Nahdliyyah 2005-2010 (periode kedua)
2. Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia Jawa Tengah (2005-2010)
3. Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia Kota Pekalongan (2005-2010)
4. Paguyuban Antar Umat Beriman (Panutan) Kota Pekalongan
AKRAB DENGAN SEMUA KALANGAN
Meski secara nasab beliau keturunan Nabi Muhammad, tak pernah sedikit pun ada rasa sombong, meremehkan orang lain, termasuk non Arab (‘ajam). Selain didikan keluarga, sejumlah kiai yang pernah menjadi gurunya turut andil besar dalam mencetak kepribadiannya.
“Abahnya, Habib Ali juga pernah nyantri pada Mbah Sholeh Darat (Semarang).
Jadi dalam keluarga beliau tak ada lagi istilah Arab-non Arab.
Seperti difirmankan Allah, yang penting kadar ketakwaannya. Hal ini pun ditanamkan Abah pada beberapa habaib yang lebih yunior,” kata Kiai Zakaria.
Dari sini tak mengherankan jika dalam kehidupan sehari-hari Abah selalu menggunakan bahasa Jawa, bukan Indonesia apalagi Arab. Baik kepada santri maupun tamu yang dikenalnya. “Abah itu sudah njawani (cenderung Jawa), bukan habib yang eksklusif. Semua orang dan kalangan merasa dekat dengan beliau, karena Abah tak suka penghormatan yang berlebihan. Berapa pun jumlah orang yang ingin bersalaman, dilayani. Beliau malah tidak suka pengawalan khusus. Beliau sangat egaliter, merakyat,” timpal salah seorang dekatnya.
Tamu Habib memang datang dari berbagai kalangan, mulai dari pejabat pemerintah, anggota dewan, pengusaha, seniman, artis hingga rakyat jelata. Namun begitu beliau tak pernah membeda-bedakan. Dengan tekun Habib mendengarkan satu persatu permasalahannya untuk kemudian memberikan solusinya, sehingga mereka pun pulang dengan perasaan puas. Habib Luthfi memang seorang yang dikenal ‘gampangan’, tidak suka ruwet, apalagi neko-neko. Rumahnya 24 jam siap menerima tamu, dari orang biasa sampai pejabat. “Lha, pernah Bapak Kapolwil bertamu ke sini, malah diajak ikut rapat panitia maulid di luar. Terang saja panitianya yang kalang kabut. Tapi justru di situ nampak tidak ada perbedaan,” sambung Zakaria tertawa kecil.
Beliau pun tak segan-segan ikut mengatur hal-hal yang dinilainya belum beres, secara spontan. Misalnya mengatur barisan yang sulit diatur (untuk itu beliau rela turun dari panggung, meninggalkan para undangan dan tamu terhormat). Ketika seluruh warga Pekalongan disibukkan dengan digelarnya Pekan Batik Internasional, pada saat acara seremonial pembukaan, di mana Wakil Presiden hadir, justru Habib Luthfi memilih pergi ke Surabaya, menjadi penceramah pada peringatan haul Sunan Ampel. “Bukan apa-apa. Undangan dari panitia haul Ampel sudah lama, jauh hari sebelum undangan Pekan Batik datang,” ujar Zakaria.
Bahkan beberapa saat lalu, beliau rela harus bolak-balik Pekalongan-Semarang, demi menghadiri undangan santrinya yang kebetulan bekas napi, peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. “Jadi Abah sangat menjaga. Terlebih yang mengundang adalah mantan pentolan bromocorah, yang kemudian insaf dan minta diaku santri oleh Abah. Makanya Abah begitu memperhatikan. Sampai-sampai begitu masuk Jawa Tengah, beliau dikawal dari Polwil. Selain dalam rangka menyenangkan orang (idkhalus surus), itu juga menjaga nama baik sang santri di depan masyarakat setempat,” jelas Zakaria.
Untuk itu yang mengherankan sekaligus membanggakan adalah kondisi fisik Habib Luthfi yang selalu fit meski sebagian besar waktunya terpakai untuk pergi keluar kota, demi dakwah Islam, khususnya tarekat. “Abah fisiknya luar biasa, jarang sakit meski aktivitasnya cukup tinggi, padahal makan saja tidak teratur,” komentar Ketua PCNU Kota Pekalongan H. Abul Mafachir suatu ketika, sembari menjelaskan kekagumannya, “Habib itu betah duduk berjam-jam hanya untuk sekadar ngobrol dengan para tamunya. Malah kadang, tamunya itu tidak beliau kenal,” tambahnya.
Selama 40 tahun menjadi santri Habib, imbuhnya, hal yang patut ditiru adalah keikhlasannya. “Habib Luthfi tidak pernah membeda bedakan asal muasal santri. Sehingga ratusan tamu yang datang kediamannya setiap hari, selalu dilayani dengan sabar dan penuh kesungguhan. Kadang mereka harus menunggu berhari-hari jika Habib sedang berada di luar kota,” ujarnya.
Hinggi kini, tak sedikit jabatan dan kedudukan yang diembankan ke pundaknya. Tapi itu semua tak membuat Habib merasa capek, merasa berat apalagi merasa terbebani. Jabatan yang pernah dan sedang disandangnya adalah Ketua Umum MUI Kota Pekalongan, sekaligus Ketua Umum MUI Jawa Tengah. Beliau juga dipercaya menjadi penasihat utama KBIH Assalamah Pekalongan. Di samping seorang mursyid tarekat Syadzaliyah, beliau juga didaulat menjadi Mudir Aam dari Ahlit Thariqah al-Mu’tabaroh an-Nahdliyyah (salah satu Badan Otonom NU) selama dua periode, yaitu sejak 2000-2010 (Secara kebetulan, kedua Muktamar yang menghasilkan keputusan itu digelar di Pekalongan).
Selain itu, beliau membentuk PANUTAN (Paguyuban antar Umat Beragama Pekalongan), dan kemudian dipercaya menjadi ketuanya. Ini dilakukan melihat Pekalongan adalah satu daerah yang rawan konflik. Dikisahkan, saat terjadi aksi perusakan dan pembakaran rumah serta fasilitas lainnya miliki keturunan Cina di Pekalongan dua puluh tahun silam (tepatnya pada 20 Nopember 1995), semua kiai Pekalongan angkat tangan. Maklum saja, pemicunya adalah dirobek-robeknya Al-Qur’an oleh salah seorang keturunan Cina, yang kemudian diketahui bahwa orang itu mengalami gangguan jiwa.
Pada saat genting itulah, di saat semua tokoh kewalahan, bahkan tak mampu mengatasi keadaan, Habib Luthfi tampil dengan pernyataan singkatnya: “Saya tidak ridla kalau santri saya ikut-ikutan aksi perusakan itu.” Pada saat itu banyak kiai tersentak.”Gimana tidak kaget? Habib Luthfi membuat langkah yang melawan arus,” komentar Zakaria sambil membuka buku hariannya yang mengisahkan kejadian itu. Tapi nampaknya ungkapan beliau yang singkat itu sangat mujarab. Sejak itu, berangsur-angsur kondisi keamanan Kota Pekalongan kembali membaik.
Kalau kemudian Habib Luthfi dipercaya memegang banyak jabatan, itu karena dalam dirinya tertanam kepribadian sebagai muslim ideal. Selain memiliki jiwa kepimimpinan, beliau dikenal memiliki kapasitas keilmuan tinggi, termasuk ilmu pengetahuan umum Dikisahkan, suatu ketika beliau diminta memberi ceramah agama dalam acara berkaitan dengan dunia pertanian. Ternyata yang disampaikan bukan hanya ilmu agama, tetapi juga ilmu pertanian. “Sampai orang dinas pertanian terkagum-kagum, bahkan lalu bertanya bagaimana caranya menyuburkan kembali tanah yang terlanjur kering,” kisah Zakaria. Maka, Habib pun menjelaskan solusinya, lengkap dengan referensi ilmiah dalam ilmu pertanian. Begitu juga bidang-bidang lainnya, seperti perikanan.
Dalam satu kesempatan beliau menandaskan, baginya jabatan merupakan amanah dan tidak bisa diminta-minta. Kalau dipercaya menduduki jabatan, di mana pun tempatnya, dirinya menyatakan siap. Tidak harus jadi ketua, sehingga kalau tidak jadi orang nomor satu, emoh menjabat.. Artinya, pengabdian dan perjuangan dapat dilakukan seseorang sesuai dengan kemampuannya masing-masing.
sumber: laduni.id