Pages

Senin, 09 Desember 2019

Abu Hurairah dan Cintanya Kepada Sang Ibu yang Enggan Masuk Islam


Bakti Abu Hurairah begitu besar kepada ibunya, harapannya agar ibunya masuk Islam, menjadi penyebab ibunya masuk Islam. Ketika Abu Hurairah sudah memeluk Islam, ibunya masih tetap berpegang pada agama nenek moyangnya.

Abu Hurairah berusaha membujuk ibunya agar mau masuk Islam, namun ibunya terus saja menolak. Suatu hari, ketika Abu Hurairah mengajaknya masuk Islam, ibunya menyebutkan kata-kata yang tidak beliau disukai tentang Rasulullah Saw.

Beliau kemudian mendatangi Rasulullah sambil menangis. Katannya kepada Rasulullah, ”Rasulallah, saya telah menyeru ibu supaya masuk Islam, tetapi dia menolak dan menyebutkan kata-kata yang tidak aku sukai tentang Anda. Karena itu, mohonkan kepada Allah agar Dia memberikan hidayah-Nya kepada ibu saya.” Rasulullah Saw. kemudian berdo’a, ”Ya Allah berikanlah hidayah kepada ibu Abu Hurairah!”. Abu Hurairah keluar dengan wajah berseri-seri karena doa Rasulullah Saw. tersebut.

Setibanya di rumah, Abu Hurairah mendapati pintu kamar ibunya masih tertutup rapat. Mendengar derap langkah Abu Hurairah, ibunya berkata, ”Berhentilah hai Abu Hurairah!”. Ia mendengar suara tumpahan air, ternyata ibunya sedang mandi.
Dia segera berpakaian dan berkerudung, lalu membuka pintu dan mengatakan, ”Hai Abu Hurairah aku bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya.”

Abu Hurairah kembali lagi sowan ke Rasulullah sambil menangis karena saking bahagianya. Beliau berkata, ”Ya Rasulallah sungguh saya merasa senang, Allah telah mengabulkan do’a Anda. Allah telah memberikan hidayah kepada ibu saya.” Rasulullah memuji Allah dan mengucapkan kebaikan. Abu Hurairah meminta lagi agar dido’akan, ”Ya Rasulallah, berdo’alah agar Allah membuat aku dan ibuku cinta kepada oang-orang mu’min serta membuat mereka cinta kepada kami”. Kemudian beliau berdoa’, ”Ya Allah, jadikanlah hambamu yang kecil ini (Abu Hurairah) dan ibunya cinta kepada orang-orang muknin dan jadikan orang-orang mukmin cinta kepada mereka”. Maka, tidak ada seorang mukmin pun yang tidak senang kepada Abu Hurairah, sekalipun tidak pernah bertemu dengannya.

Gambaran yang paling menakjubkan tentang kecintaan Abu Hurairah kepada ibunya adalah berita yang disampaikan oleh ’Abdullah bin Wahb dalam kitab Jami’-nya dari ’Abdullah bin Lahi’ah dari Kahlid bin Yazid dari Sa’id bin Abi Hilal, ia berkata, ”Setiap hari Abu Hurairah menemui ibunya dan berkata, ’Terima kasih untukmu, wahai ibuku. Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan, sebagaimana engkau telah mendidikku di waktu kecil.’ Maka ibunya berdo’a, ’Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan, sebagaimana engkau telah berbuat baik kepadaku ketika usiaku telah senja.’”
Wallahu a’lam.

Referensi
Muslim bin Al-Hajjaj, Sahih Muslim (Beirut: Dar Al-Hadits, 1991)
Majalah Al-Sunnah, edisi 03/tahun VIII/1425 H/2004 M



"Orang yang bahagia itu akan selalu menyediakan waktu untuk membaca karena membaca itu sumber hikmah; menyediakan waktu tertawa karena tertawa itu musiknya jiwa; menyediakan waktu untuk berpikir karena berpikir itu pokok kemajuan; menyediakan waktu untuk beramal karena beramal itu pangkal kejayaan; menyediakan waktu untuk bersenda-gurau karena bersenda itu akan membuat muda selalu; dan menyediakan waktu beribadah karena beribadah itu adalah ibu dari segala ketenangan jiwa."

(Kata Mutiara, Anonim)