Pages

Selasa, 24 Desember 2019

Wisata Religi Makam Waliyullah di Gunung Pring - Magelang


Raden Santri adalah putra Kyai Ageng Pemanahan yang masih keturunan Prabu Brawijaya Majapahit. Beliau bergelar Pangeran Singasari. Namun memakai nama samaran Raden Santri dalam usahanya menyebarkan agama Islam.

Dalam usahanya menyebarkan agama Islam, banyak kejadian-kejadian luar biasa terkait kewaliannya untuk mengenalkan wujud kebesaran Alloh SWT. Seperti pada saat Mbah Raden bertemu dengan peduduk sebuah dusun yang belum mengerjakan salat. Dusun tersebut sangat tandus dan kering. Kemudian Mbah Raden mengajarkan mereka salat pada mereka dan ketika akan mengambil air wudhu tak menemukan air.

Kemudian Mbah Raden berdoa memohon kepada Alloh untuk diberikan air, maka seketika itu pula terjadilah mata air yang memancarkan air yang sangat jernih, kemudian dijadikan sendang. Anehnya hingga saat ini tidak pernah kering walaupun di musim kemarau sekalipun.
Keutamaan lain dari Mbah Raden yaitu membangun mushalla di pinggir sungai Blongkeng untuk menangkal banjir. Ternyata dengan adanya mushalla tersebut dusun itu menjadi aman dari banjir, bahkan ketika terjadi banjir besar dari letusan gunung Merapi yang konon meluap sampai kawasan Candi Borobudur.
Setelah menetap di Dusun Santren pada tahun 1600 M, Kyai Raden Santri sering menyepi untuk mujahadah di bukit Gunungpring. Saat pulang dari Bukit Gunungpring ke dusun Santren di perjalanan melewati sungai terjadi banjir yang sangat besar. Kemudian Mbah Raden Santri berkata, “Air berhentilah kamu, aku akan lewat.” Maka banjir itu berhenti dan mengeras hingga menjadi batu –batu yang cadas dan menonjol. Sampai sekarang dusun tersebut dikenal dengan nama Watu Congol (batu yang menonjol) yang masih berada di Muntilan, dekat dusung Gunungpring.


Kyai Raden Santri tergolong ulama awal yang menyebarkan agama di wilayah sekawan keblat gangsal pancer-nya gunung Merapi, Merbabu, Andong, Sumbing, dan deretan pegunungan Menoreh di sepanjang Kali Progo. Keturunan Kyai Raden Santri berturutan adalah Kyai Krapyak I, Kyai Krapyak II, Kyai Krapyak III, Kyai Harun, Kyai Abdullah Sajad, Kyai Gus Jogorekso, Raden Moch Anwar AS, Raden Qowaid Abdul Sajak, hingga Kyai Dalhar, dan termasuk Kyai Ahmad Abdulhaq. Anak keturunan Kyai Raden Santri inilah yang kemudian menjadi ulama penyebar dan menjadi tokoh agama Islam di wilayah Gunung Pring hingga saat ini. peran ini kini dilanjutkan melalui Pondok Pesantren Darussalam di Watucongol.


Karena keistimewaan dan jasanya dalam penyebaran agama Islam, sampai sekarang ini banyak masyarakat yang datang berziarah ke makam Mbah Raden Santri. Paling ramai dikunjungi menjelang bulan puasa, tepatnya bulan Ruwah dan Rejeb. “Peziarah umumnya datang dari seluruh penjuru Indonesia,” ucap Mbah Toyo. Ada dari Papua dan Sulawesi. Paling banyak dari Jawa Timur.
Makam Mbah Raden Santri berada di sebuah bukit Gunungpring. Selain Mbah Raden juga terdapat wali dan ulama yang juga dimakamkan di sana. Seperti Kyai H. Dalhar, Kyai Krapyak III, Kyai Jogorekso, dll. Untuk sampai ke makam, kita harus melewati unggah-unggahan yang kini sedang dibangun oleh warga setempat. Di sisi tangga yang terbuat dari batu itu berjajar toko-toko milik warga sekitar yang menjual aneka oleh-oleh seperti jenang, salak pondoh,wewangian, kerajinan tangan bahkan warung nasi dan toko batik.

Makam-makam ulama tersebut berada di dalam rumah seperti masjid yang sengaja dibuat sehingga peziarah dapat leluasa berdoa di sekitar makam. Memasuki rumah tempat makam tersebut, dipasang sebuah peraturan singkat tentang tata cara mengunjungi makam tersebut. Di antaranya yaitu wajib ijin bagi peziarah yang datang berombongan. Selain itu diperbolehkan juga bagi peziarah yang ingin menginap di makam dengan dibatasi 3 hari saja, kecuali bagi yang memiliki hajat besar boleh menginap lebih dari 3 hari dengan ijin pada ahli waris atau keturunan Mbah Raden Santri.

Setiap tanggal 1 Muharram di halaman rumah Gus Jogorekso dan makam Gunungpring diadakan acara Haul Kyai Raden Santri. Haul adalah acara peringatan meninggalnya Kyai Raden Santri yang diisi dengan pembacaan Al-Quran, tahlil, kirab budaya dan diakhiri dengan pengajian oleh para ulama dan kyai.


Hal yang menarik dari haul tersebut yaitu acara kirab budaya oleh para abdi dalem keraton Ngayogyakarto Hadiningrat. Deretan barisan pembawa tumpeng dan rangkaian hasil tani sebagai simbol bentuk syukuran. Barisan tersebut berangkat dari halaman rumah Gus Jogorekso kemudian melewati jalan Pemuda Muntilan menuju makam dan dilanjutkan dengan berziarah membaca tahlil. Kemudian bancaan (makan bersama). Saat ini kirab budaya tersebut dimeriahkan oleh masyarakat sekitar dengan menggunakan delman dan berpakaian ala wali bagi pria, dan bagi wanita berpakaian sopan menggunakan kerudung.

Sampai saat ini daerah Gunungpring dan sekitarnya menjadi tujuan wisata religi. Hal ini dikarenakan kesejarahan daerah tersebut sebagai muncul dan berkembangnya ajaran agama Islam, beberapa makam wali dan ulama, dan sekaligus menjadi tempat Pondok pesantren ternama, yakni Ponpes Darussalam.


Sumber: mynameisbunny.wordpress.com

"Orang yang bahagia itu akan selalu menyediakan waktu untuk membaca karena membaca itu sumber hikmah; menyediakan waktu tertawa karena tertawa itu musiknya jiwa; menyediakan waktu untuk berpikir karena berpikir itu pokok kemajuan; menyediakan waktu untuk beramal karena beramal itu pangkal kejayaan; menyediakan waktu untuk bersenda-gurau karena bersenda itu akan membuat muda selalu; dan menyediakan waktu beribadah karena beribadah itu adalah ibu dari segala ketenangan jiwa."

(Kata Mutiara, Anonim)